Sejarah AEO dan AEO Indonesia
Berlatar belakang peristiwa terorisme 9/11/2001 di USA, menjadi pemicu pemikiran oleh dunia internasional perlunya jaminan security pada setiap pergerakan rantai pasok barang dalam perdagangan internasional. Kondisi ini juga mendorong WCO menerbitkan inisiatif berupa WCO SAFE FOS, merupakan standardisasi keamanan dan fasilitasi terhadap mata rantai pasokan perdagangan internasional untuk meningkatkan kepastian dan kemudahan pemantauan arus barang yang dapat diprediksi.
Pada tahun 2005, Republik Indonesia menandatangani letter of intent WCO SAFE FOS, untuk implementasi AEO di Indonesia. Menindaklanjuti ini Presiden menerbitkan Inpres Nomor 1 tahun 2010 yang menginstruksikan implementasi AEO dan teknologi informasi untuk mendukung iklim investasi. Kemudian Menteri Keuangan menindaklanjutinya dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan nomor: PMK 219/PMK.04/2010 Tentang Perlakuan Kepabeanan terhadap Authorized Economic Operator. Pada Tahun 2014 dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: PMK 227/PMK.04/2014 Tentang Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator ) yang mecabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor: PMK 219/PMK.04/2010 Tentang Perlakuan Kepabeanan terhadap Authorized Economic Operator.
Implementasi AEO secara Internasional, telah menjadi agenda diskusi penting dalam forum-forum pertemuan internasional (APEC, WTO, WCO, ICAO, ASEAN) dan Indonesia sebagaimana disampaikan Presiden dalam beberapa kesempatan di forum pertemuan Internasional tersebut, telah berkomitmen untuk mengimplementasikan AEO di Indonesia.
Dasar Hukum
Definisi AEO
Pengertian AEO berdasarkan SAFE FoS adalah operator ekonomi yang terlibat dalam pergerakan barang dalam rantai pasokan (supply chain) secara internasional dalam fungsi apapun yang telah mendapat pengakuan oleh atau atas nama administrasi pabean nasional karena telah memenuhi standar WCO atau standard keamanan rantai pasokan. Termasuk operator ekonomi yang dapat bergabung dalam AEO dapat berupa : produsen, importir, eksportir, PPJK, pengangkut, konsolidator, pihak perantara, otoritas pelabuhan, pengelola terminal, pengusaha pergudangan, dan distributor.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 227/PMK.04/2014, Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) yang selanjutnya disebut AEO adalah Operator Ekonomi yang mendapat pengakuan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga mendapatkan perlakuan kepabeanan tertentu
Jenis Operator Ekonomi
Sasaran Program AEO Indonesia
Tata Nilai dan Budaya
Tata nilai dan budaya yang melandasi penerapan Program AEO Indonesia juga harus memperhatikan dan mengacu pada tata nilai yang tercantum pada SAFE FoS, yaitu:
1. Partnership
Program AEO merupakan bentuk kerjasama DJBC dan Dunia Usaha yang dilandasi sikap keterbukaan dan sikap sukarela untuk mengembangkan inisiatif dan mengimplementasikan praktek business yang berorientasi pada pengamanan resiko-resiko pada pengiriman barang, yang menjadi keprihatinan dan ancaman bersama, baik dalam perspektif global maupun nasional.
2. Mutual Trust
Pemberian akreditasi dan pemberian fasilitas kepabeanan adalah bentuk kepercayaan DJBC kepada Peserta AEO, karena Peserta AEO dipercaya memiliki komitmen yang tinggi dan mengimplementasikan standar-standar pengamanan pengiriman barang, melakukan upaya terus menerus untuk mempertahankan praktek business yang memenuhi standar itu serta mengembangkan komitmen tersebut pada pihak-pihak mitra di lingkungannya.
3. Self Assesment
Peserta AEO mempunyai inisiatif mandiri untuk berkomunikasi, berkoordinasi dan berkonsultasi, menyampaikan data dan informasi terkait hal-hal yang mengarah pada pencapaian pengamanan pengiriman barang dalam rantai pasokan.
4. Own Responsibility
Masing-masing pihak, DJBC dan Peserta AEO, harus memperhatikan porsi tanggung jawabnya masing-masing untuk menjamin tujuan Program AEO dapat tercapai.
Kondisi dan Persyaratan AEO
Manfaat Implementasi AEO